Kasih Sayang Rasulullah dalam Keluarga

Diposting oleh Unknown

Muhammad sawIbnu Umar pernah datang kepada Aisyah RA dan berkata, “Izinkan kami di
sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona dari
semua yang pernah engkau saksikan pada diri Nabi.”



‘Aisyah menarik nafas panjang, kemudian tersenyum dan terisak menahan tangis, ia



berkata dengan suara lirih, “Kaana kullu amrihi ‘ajaba” = yah, semua perilakunya sangat menakjubkan bagiku.”





Kalau ‘Aisyah istri Rosulullah berkata, “ semua perilaku suamiku
menakjubkan bagiku.”. Kira-kira apakah yang akan diucapkan oleh istri
kita jika kita sebagai suaminya ditakdirkan meninggal lebih dulu. Kita
juga tidak tahu apakah yang akan diucapkan oleh anak-anak kita tentang
kita sebagai ayah.



Semuanya terpulang kepada kita. Apakah kita mau mencoba untuk menjadi
Ayah dan suami yang lebih menyejukkan hati meski harus gagal
berkali-kali ataukah kita merasa telah cukup mulia dengan perhatian kita
yang tak seberapa.



Tidak sedikit kita para Ayah enggan mengusapkan tangan ke pipi anak kita
yang sedang meneteskan airmata. Kita juga jarang menyempatkan diri,
untuk membaringkan tubuh anak kita yang letih hanya karena kita merasa
telah banyak berjasa dengan mencari uang yang tak seberapa.



kita ingin dihormati oleh anak-anak kita, tetapi dengan menciptakan
jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada
kita sebagai Ayahnya sendiri. kita ingin menjadi Ayah yang disegani,
tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan, padahal Rasulullah Saw.
sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra bahkan ketika putrinya telah
beranjak dewasa.



Berikut ini teladan dari Junjungan Kita SAW :



Dari Aisyah r.a.: Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw sambil
berkata, “ Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami tidak pernah mencium
mereka.” Nabi Saw. menjawab, “Apa dayaku apabila Allah telah mencabut
kasih-sayang dari hatimu.” (HR. Bukhari).



Nabi Saw mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah Saw.
menggendong cucunya, Umamah binti Abi Al-Ash, ketika sedang shalat. Jika
rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah
diangkat kembali. (Muttafaq ‘alaih)



Pernah juga Rasulullah Saw bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain,
Hasan dan Husain. Ketika Rasulullah Saw. sedang merangkak di atas
tanah,sementara kedua cucunya berada di punggungnya, Umar datang lalu
berkata,“Hai Anak, alangkah indah tungganganmu.” Rasulullah Saw
menjawab,“Alangkah indahnya para penunggangnya!”



Tak jarang Rasulullah Saw. menghadapi anak-anak dengan sikap melucu.
Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw. jongkok di hadapan
mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendo’akan mereka, Begitu
hadis riwayat Ath-Thusi menceritakan.



Sementara Usamah bin Zaid memberi kesaksian, “ (Sewaktu aku masih kecil )
Rasulullah Saw. pernah mengambil aku untuk didudukkan pada pahanya,
sedangkan Hasan didudukkan pada paha beliau yang satunya, kemudian kami
berdua didekapnya, seraya berdo’a, “Ya Allah, kasihanilah keduanya,
karena aku telah mengasihi keduanya.” (HR. Bukhari).



Abu Hurairah ra pernah menceritakan: “Rasulullah saw pernah menjulurkan
lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali ra. Iapun melihat merah lidah
beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.



Kisah tentang Rasulullah Saw bersama anak adalah kisah tentang
kasih-sayang. Ia memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak.
Karena anak pula, Rasulullah Saw pernah bersujud sangat lama, begitu
lamanya Rasulullah Saw bersujud sampai-sampai para sahabat mengira
Rasulullah Saw sedang menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal
yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu Beliau yang menaiki
punggungnya.



Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Cintailah
anak-anak dan sayangilah mereka, bila menjanjikan sesuatu kepada mereka,
tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi
mereka rezeki.” (HR. Ath-Thahawi).



Air mata Nabi Muhammad saw menetes disebabkan kematian putra beliau
bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf ra bertanya kepada beliau :
“Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab:
“Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan
tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih,
namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Ta’ala.
Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR.
Bukhari)



Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah,
namun Nabi Muhammad saw tidaklah marah, memukul, membentak, dan
menghardik mereka. Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap
tenang dalam menghadapi mereka.



Hari ini, ketika kita mengaku sebagai ummat Muhammad, apakah yang sudah
kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah kita telah mengusap kepala
anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw melakukan? Apakah kita juga
telah mengecup kening anak-anak kita yang sangat rindu kasih-sayang
bapaknya?



Ataukah kita seperti Aqra’ bin Habis At-Tamimi yang tak pernah mencium
anaknya, sehingga Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa tidak
menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari).



Kita ingin disayangi oleh anak-anak kita ketika usianya telah tua,
tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih-sayang. Kita ingin
dirindukan oleh anak-anak kita di saat renta, tetapi tak pernah punya
waktu untuk tertawa bersama. Banyak yang merasa, kerja sehari telah
cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan
anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak
tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya..



Astaghfirullahal ‘adzim. Alangkah sering kita merasa begitu sangat
berjasa dalam keluarga, padahal sudah seberapa banyak perilaku Nabi Saw
kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh ?



Salam ’alaika Ya Rosulullah..