Buka Mata Kalian ! >> Menghina Rakyat !

Diposting oleh Unknown




Menghina RakyatSejumlah massa terutama perempuan yang tergabung dalam Migrant Care melakukan demo di depan Kedutaan Besar Malaysia, Jakarta, Jumat (16/11/2012), siang. Massa mengecam pemerintah Malaysia yang melanggar Hak Asasi Perempuan terutama TKI dan menuntut menuntut penuntasan hukum kasus kekerasan seksual Tenaga Kerja Indonesia oleh tiga polisi Malaysia. Serta meminta pemerintah Indonesia untuk mengirimkan nota protes diplomasi dan menarik Dubes RI di Malaysia.
Sejumlah massa terutama perempuan yang tergabung dalam Migrant Care
melakukan demo di depan Kedutaan Besar Malaysia, Jakarta, Jumat
(16/11/2012), siang. Massa mengecam pemerintah Malaysia yang melanggar
Hak Asasi Perempuan terutama TKI dan menuntut menuntut penuntasan hukum
kasus kekerasan seksual Tenaga Kerja Indonesia oleh tiga polisi
Malaysia. Serta meminta pemerintah Indonesia untuk mengirimkan nota
protes diplomasi dan menarik Dubes RI di Malaysia.





Terhadap tuduhan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD terkait mafia narkoba yang merambah Istana, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menegaskan, pihak Istana sangat keberatan dan merasa terhina.



Rasa
terhina yang dipersoalkan Sudi Silalahi ini membuat saya berpikir,
pihak Istana benar-benar keterlaluan. Mereka hanya peduli pada citranya
sendiri.




Ketika rakyat direndahkan, dilecehkan, dijual murah, ditembaki, diculik, dan diambil organ tubuhnya, serta diperkosa berulang kali oleh pihak-pihak di luar negeri, pihak Istana tidak merasa terhina. Sampai sekarang mereka tetap bungkam.



Rupanya
derita dan penghinaan rakyat oleh pihak-pihak di negara lain bukan
prioritas Istana. Berulang kali pihak Istana menegaskan bahwa presiden
tidak harus turun tangan untuk semua persoalan. Alasannya, sudah ada
menteri yang mengurusi. Sementara itu, saya mencatat, presiden lebih
banyak turun tangan untuk hal-hal yang menyangkut pujian, penghargaan,
seremoni, dan berbagai urusan yang mendukung pencitraan Istana.




Kalaupun
presiden turun tangan atas persoalan rakyat, itu terjadi karena
tekanan massa. Jangankan merasa terhina terhadap penghinaan yang
diderita rakyat, pihak Istana bahkan secara sistematis menghina rakyat
dengan berbagai kebijakan dan kebungkamannya.




Tenaga kerja Indonesia



Masyarakat
marah dengan berbagai kasus penganiayaan, penembakan brutal, dan
pemerkosaan yang terus mendera tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun,
pihak Istana tetap bungkam. Sudah lama rakyat dijual murah bahkan
diobral.




Kita bisa temukan iklan jual murah TKI di koran-koran Singapura.
TKI yang dikembalikan majikan kepada agen, dijual dan dipajang di
pusat belanja. 




Bahkan, di kawasan Geylang, Singapura, para gadis remaja
Indonesia dijual di pinggir jalan sebagai pekerja seks.




Terasa kesiangan ketika pemerintah baru bereaksi setelah iklan ”TKI on sale
diangkat Migrant Care. Terhadap jual murah TKI, pihak Istana juga
bungkam. 




Mereka sibuk dengan pesta pemberian gelar kesatria bagi sang
presiden.


TKI diakui sebagai penyumbang devisa dan pemberi solusi
atas masalah pengangguran. Balasannya bukan subsidi, kemudahan, dan
perlindungan optimal yang diterima TKI, melainkan tambahan masalah.
Bibir pemerintah mengecam iklan ”TKI on sale”, tetapi pada saat yang
sama tangannya jual murah TKI lewat perusahaan jasa TKI.




Betapa tidak. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengeluarkan aturan tentang kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN)
yang wajib dimiliki TKI. Pencetakan kartu dibiayai dari APBN. Anehnya,
untuk mendapatkan KTKLN, TKI dipaksa menggunakan jasa komersial PJTKI
yang mewajibkan TKI membayar sedikitnya Rp 2 juta.




Kalau tidak,
mereka tidak akan mendapatkan KTKLN dan tidak bisa berangkat sebab ada
surat edaran BNP2TKI kepada perusahaan maskapai internasional untuk
mencekal TKI yang tidak ber-KTKLN.




Akibatnya, banyak calon TKI
yang bekerja dengan kontrak mandiri tanpa melalui PJTKI digagalkan
keberangkatannya oleh pihak maskapai penerbangan. TKI dirugikan atas
tiket pesawat yang dibatalkan dan kehilangan kesempatan kerja dengan
gaji jauh lebih tinggi dibandingkan bila bekerja melalui PJTKI.




Sekadar
contoh, Triyawati, calon TKI mandiri ke Singapura. Penerbangannya
digagalkan AirAsia. Faridah Aini, calon TKI mandiri ke Dubai,
penerbangannya digagalkan Garuda Indonesia. Nasib yang sama dialami
Feri dan Nana, TKI Hongkong yang lagi cuti.




Masyarakat adat



Penghinaan
tak hanya diderita TKI. Petani dan masyarakat adat tak kurang
menderita. Di Papua, misalnya, tanah rakyat yang diambil untuk
perkebunan sawit hanya diganti rugi 0,65 dollar AS per hektar. Kekayaan
Papua disedot, sementara hak-hak dasar rakyat Papua, seperti pendidikan
dan kesehatan, ditelantarkan. Daerah terkaya, tetapi masyarakatnya
paling miskin.




Rakyat dibodohi dan dipermalukan. Sekadar contoh,
seorang warga masyarakat adat asal Katingan, Kalimantan Tengah, 5 hektar
tanahnya dirampas perusahaan sawit dan dipaksa menerima ganti rugi Rp
1,5 juta.




Merasa diperlakukan tak adil, ia mengadu kepada polisi
dan pemerintah. Tidak ada respons, ia nekat mendatangi pihak perusahaan
sawit. Dengan sinis perusahaan memintanya membawa surat kelakuan baik
dari kepolisian dan surat keterangan sehat dari rumah sakit. Artinya,
mempertanyakan ketidakadilan identik dengan kejahatan dan
ketidakwarasan.




Dengan meningkatnya investasi di sektor perkebunan
dan pertambangan, penghinaan dan kekerasan terhadap petani dan
masyarakat adat atas nama otoritas negara semakin keterlaluan.




Bayangkan,
Freeport yang telah menghancurkan bumi dan rakyat Papua masih juga
diberi izin dan difasilitasi untuk mengeksploitasi Kalteng. Anda tidak
akan temukan nama Freeport di sana sebab untuk mengelabui rakyat,
Freeport sembunyikan diri dengan baju perusahaan lokal.




Rakyat tak
diakui eksistensinya. Hutan dan lahan diberikan kepada korporasi
seolah-olah wilayah itu tak berpenghuni. Di Kalimantan Timur, misalnya,
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat luas konsesi untuk korporasi
pertambangan, sawit, dan lainnya mencapai 21,7 juta hektar. Sementara
itu, luas Kalimantan Timur sendiri hanya 19,88 juta hektar. Di
Kalimantan Selatan dan Kalteng kondisinya tak jauh beda.




Penghinaan
sistematis terhadap rakyat terlihat dari data Badan Pertanahan
Nasional (BPN) pada 2010. Tak kurang dari 56 persen aset nasional yang
mayoritas berupa tanah dikuasai hanya oleh 0,2 persen penduduk.




Pemerintah
telah memberikan sedikitnya 42 juta hektar hutan kepada perusahaan
HPH, HTI, dan perkebunan. Sementara itu, Jatam mencatat 35 persen
daratan Indonesia dikuasai 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341
kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batubara.


Sementara
itu, lahan yang dimiliki petani kian menyempit. Data BPS menunjukkan
bahwa pada periode 1993-2003, jumlah petani gurem meningkat dari 10,8
juta menjadi 13,7 juta orang. Selama 2011 jumlah petani berkurang 3,1
juta.




Penghinaan rakyat secara terang-terangan dilakukan Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan. Ia menyatakan lahan kritis yang luasnya 20.000
hektar akan diberikan kepada rakyat untuk dikelola dan dipinjamkan
selama 60 tahun.




Keterlaluan, hutan dan tanah produktif diserahkan
kepada korporasi dan setelah kritis baru diberikan kepada rakyat.
Keuntungan dinikmati korporasi, sedangkan limbah, sampah, dan bencananya
dibebankan kepada rakyat.




Akhir kata, boleh saja pihak Istana
diguyur penghargaan dan dipuja-puji setinggi langit oleh pihak asing,
tetapi apalah artinya itu bagi Indonesia kalau rakyat dan bangsanya
terus dihina dan tak ada harganya.






Sumber : Kompas