Aturan Baru BI Rugikan Bank Asing?

Diposting oleh Unknown




Bank Indonesia (BI) baru saja merilis sembilan aturan perbankan yang
baru. Aturan tersebut dinilai justru merugikan perbankan swasta dan
asing. Benarkah?


Analis perbankan senior Katadata Lin Che Wei
menilai sembilan paket aturan baru dari bank sentral ini mencakup tiga
koridor besar yaitu upaya memelihara stabilitas sistem keuangan,
penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, serta penguatan fungsi
intermediasi perbankan.





"Dari ketiga koridor tersebut, bank pelat
merah mendapatkan manfaat dan kesempatan besar dari kebijakan itu," kata
Che Wei di Jakarta, Kamis (29/11/2012).


Menurut Che Wei, manfaat
dan kesempatan besar yang dimaksud adalah mencakup pengaturan
kepemilikan saham bank, kegiatan usaha dan perluasan jaringan, serta
penyempurnaan kepemilikan tunggal perbankan. Misalnya, untuk pengaturan
kepemilikan saham yang mengizinkan kepemilikan lebih dari 40 persen,
bank-bank negara seperti Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN merupakan
bank-bank yang dikecualikan atau diizinkan memiliki lebih dari 40 persen
saham.





Sedangkan, bank-bank lain yang tidak terkena aturan
tersebut adalah bank yang dimiliki oleh lembaga keuangan bank yang
tergolong sehat, sudah go public, mempunyai komitmen mengembangkan
perekonomian nasional. Bank-bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga yang
dimiliki oleh CIMB Group dan Bank Permata yang dikendalikan oleh
Standard Chartered Bank.


Untuk pengaturan terkait dengan kegiatan
usaha dan perluasan jaringan, BI mempersyaratkan tingkat kesehatan,
alokasi modal inti, besaran pangsa kredit usaha mikro kecil menengah
(UMKM), serta efisiensi dan pemupukan laba.





"Di sini, bank-bank
milik negara diuntungkan karena rata-rata memiliki tingkat kesehatan
sangat baik dan persentase pembiayaan UMKM cukup tinggi, bahkan melebihi
bank-bank lain," tambahnya.


Sebut saja misalnya, BRI dan Mandiri.
Bank swasta nasional, seperti BCA juga merupakan bank dengan tingkat
kesehatan sangat baik, efisien dan mampu memupuk laba. Target kredit
produktif yang dipersyaratkan loan to deposit ratio (LDR) sebesar
minimal 70 persen bagi bank kelompok 4, yakni memiliki modal minimal Rp
30 triliun, bank-bank negara telah memenuhi persyaratan, seperti Bank
Mandiri, BRI dan BNI.





Sedangkan, BCA yang memiliki LDR di bawah 70
persen (sebesar 67,75 persen) terkena aturan ini. Begitu juga dengan
aturan kepemilikan tunggal pada perbankan nasional. Bank-bank negara
cukup membentuk unit khusus fungsi holding yang membawahi anak-anak
perusahaannya.


"Bahkan melalui fungsi holding ini, bank-bank BUMN semakin leluasa mengakuisisi bank-bank lain," jelasnya.





Beda
dengan bank seperti Bank Danamon dan DBS yang terancam dimerger bila
Temasek enggan membentuk holding di Indonesia. Begitu juga dengan
Maybank Group yang memiliki dua anak usaha yaitu Maybank dan Bank BII.
Aturan tersebut juga berlaku untuk Standard Chartered Group yang
memiliki saham di Standard Chartered Indonesia dan Bank Permata.


Apalagi
dengan aturan kewajiban pemenuhan modal minimum bagi kantor cabang bank
asing, yakni Capital Equivalence Maintained Assets (CEMA). BI
menetapkan CEMA minimum senilai Rp 1 triliun dalam bentuk surat berharga
yang ditempatkan di bank lokal seperti SBI, SBN, atau Surat berharga
Korporasi.





"Ketentuan ini berdampak pada bank-bank asing yang
berkantor di Indonesia, seperti Citibank N.A, Deutsche Bank AG, Standard
Chartered Bank, The Bank Of Tokyo Mitsubishi UFJ LTD dan lainnya,"
jelasnya.


Aturan yang juga cukup merugikan bank asing yaitu
kewajiban perbankan menyalurkan 20 persen dari total kreditnya ke sektor
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).





Bank swasta dan bank
asing yang cenderung banyak bermain di sektor kredit konsumer langsung
terkena pukulan telak karena aturan ini. Sebab, bank seperti OCBC NISP,
Standard Chartered Bank, Citibank hingga The Bank of Tokyo Mitsubishi
hanya memiliki porsi kredit UMKM di bawah 2 persen dari total portofolio
kreditnya.








(kompas.com)