Jejak Aliran Air di Mars yang diambil dengan lensa kamera Mastcam milik Curiosity pada 14 September 2012 dan dirilis oleh NASA pada 27 September 2012. |
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa mikroba tidak bisa hidup di
tekanan ekstrem rendah, alias di lingkungan beratmosfer tipis seperti
Mars. Namun, studi terbaru membantahnya. Hal ini jadi bukti bahwa
mikroba bisa hidup di lingkungan planet beratmosfer tipis.
"Hanya
karena planet tidak memiliki atmosfer tebal, tidak berarti kita harus
menyingkirkannya sebagai planet yang tak layak huni," kata Alexander
Pavlov dari Goddard Space Flight Center, Badan Penerbangan dan Antariksa
Amerika Serikat (NASA), dalam presentasi di pertemuan tahunan American Geophysical Union, Senin (3/12/2012).
Pavlov
melakukan eksperimen untuk membuat simulasi lingkungan Mars di sebuah
bejana. Dalam bejana itu, ada debu bergaram serupa tanah Mars dan karbon
dioksida yang didinginkan dengan nitrogen cair. Selanjutnya, bakteri E. coli dimasukkan di dalam bejana itu. Tekanan dalam bejana diturunkan.
Saat
tekanan dalam bejana 40 kali lebih kecil dari di permukaan Bumi, air di
dalam bejana itu mendidih. Namun, air masih tersisa sehingga E. coli bisa bertahan untuk beberapa hari. Karena air tak diisi ulang, maka setelah beberapa hari koloni bakteri punah.
Pavlov
berpikir, Mars pada musim panas dan semi bisa melelehkan es di bawah
permukaan dan memberikan tempat bagi mikroorganisme untuk hidup. Selama
masa itu, suhu di bawah tanah meningkat di atas titik beku dan tanah
yang punya ketebalan sekitar 15 cm memberikan ruang berlindung dari
ultraviolet.
Menurut Pavlov, dalam kondisi itu, mikroba ekstremofil yang bisa hidup di kondisi ekstrem bisa bertahan. "E. coli
bukan ekstremofil, jadi jika mikroba biasa bisa hidup di tekanan
rendah, maka pasti mikroba ekstremofil bisa bertahan," kata Pavlov
seperti dikutip Wired, Senin lalu. Dengan demikian, mikroba diperkirakan bisa hidup di planet bertekanan rendah seperti Mars.
Sumber: Kompas